!!!!!

Harus dibaca semua dulu dengan urut dari bawah: Archetype, Reptilian Brain, Limbic Brain, Cortex Brain & Pyramind of Unconscious.

The Indonesian Culture Code

A little Paradigm Shift must be prepared over here.
A critique I got: Too many foriegn case studies. Where is the Indonesian case study? Well, I don't have any, or it's still too litle. If it doesn't appears here it means we are still lack of it. Lets find out together, this the reason for this Blog. You are going to help me.

Saturday, February 3, 2007

Membaca Karakter Orang Indonesia, Untuk Apa?

Cara gampang bicara Culture, ingat saja Turis. Anda mungkin tidak memperhatikan. Saat anda menjadi Turis di luar negeri, ada saja yang membuat anda tersenyum/cemberut. Anda dan teman/saudara/orang tua berceloteh:


  • "Ih, lucu ya, ternyata orang Malaysia tuh suka ini.."
  • "Eh, coba deh, orang Jerman pasti marah kalau di.."
  • "Psstt, tau nggak, cowok Italy demen yang .."
  • "Idiih aneh banget, ikan mentah kok dimakan..?"
  • "Salut deh,nyimpen Wine di dalam gudang sampai puluhan tahun, ngga lupa yach!"
  • "Sebel banget, masa L.A jam 7 malam gini toko udah pada tutup!

Nah sebaliknya, bila anda bisa berubah menjadi kancing baju yang sedang dikenakan orang asing yang sering berurusan dengan orang Indonesia, anda akan dengar komentar mereka tentang Indonesia:

  • Wah, barang-barangnya murah, sungguh potensial, tapi ...
  • Eh, makanan Indonesia itu menarik loh, tapi...
  • Luar biasa, orang Indonesia itu ramah sekali, tapi....
  • Hmm, orang Indonesia terkenal sabar tapi...

Terasa, pada saat anda berkunjung ke negara lain, anda akan lebih peka akan perbedaan-perbedaan perilaku disana. Anda juga tidak akan memungkiri, banyak TAPI TAPI TAPI yang meluncur dari mulut orang Asing bila memuji Indonesia. hmm, jangan anggap sepele, kenapa sih harus ada buntut-buntutnya? Jangan-jangan ada sesuatu yang tidak konek? jika kita bisa mempelajari perbedaan-perbedaan sifat dan perilaku berbagai suku bangsa di dunia ini, faktor-faktor pendorong perilaku itu, alangkah asyiknya. Kita bisa bongkar dan kita perbaiki. Tapi bagaimana caranya??

Alam Semesta sebenarnya bersedia berdialog dengan manusia. Fenomena alam menyediakan banyak penjelasan dan cerita-cerita yang bisa dipahami (logis/logic). Alam Semesta bertaburan logic. Ada Logic of Life, Logic of Emotions, Logic of Religion, dan lain lain. Sang Pencipta telah menyediakan segala fasilitas ini untuk kita pelajari, namun ini hanya untuk manusia yang mau befikir, meresapi dengan hati yang terbuka. Namun, tentu saja No Pain No Gain. Ini harus digali, kita perlu membawa "Kaca Pembesar" untuk memecahkan kode perikehidupan (baca: budaya) manusia.

Kita perlu menyiapkan perangkat. Khususnya dari sisi teori dan dari proses. Kalau kita memikirkan DNA Code, maka yang tergambar di otak kita adalah suatu struktur/susunan informasi-informasi genetis. Saat ini, beberapa beberapa faham yang berkaitan dengan psycho analysis berpendapat bahwa fenomena-fenomena kultural ternyata membawa pesan (CODE) yang bisa kita pecahkan. Karena kode terdiri dari susunan-susunan dan struktur, maka ada proses yang harus dipelajari. Dalam "aliran" ini dikatakan kode tersebut tersembunyi dibalik alam bawah sadar kita. Alam bawah sadar ternyata belapis-lapis. Untuk dapat mengakses kode tersebut kita perlu memahami beberapa metodenya.

Gambar ini menjelaskan arti CODE di Blog ini, harus diputar secara urut agar bisa terbuka. Ada urutannya

Saya ingin mencari CODE Indonesia.



Yang saya maksud dengan budaya bukanlah tarian, nyanyian, lukisan. Memang itu semua adalah topik kebudayaan yang sangat saya minati , namun itu adalah definisi budaya yang lebih tinggi. Budaya yang saya maksud adalah kebiasaan orang sehari-harinya yang melatar belakangi apa yang ia lakukan. Terdapat kesamaan struktur dan pola dasar yang bertebaran disana.

12 tahun yang lalu saya sangat tertarik dengan bacaan-bacaan populer mengenai psycho analysis, filsafat, religi dan keindahan-keindahan hati. Namun karena kesibukkan kerja, maka lama kelamaan terlupakan. Baru pada tahun 2006, pada saat saya ingin menelaah masalah ketenaga kerjaan orang Indonesia, saya mulai kembali mempelajari karakter manusia Indonesia, etos kerjanya. Tanpa sadar saya tersedot kembali pada topik psycho analysis dan mencari kode-kode yang tersimpan didalam budaya perilaku sehari-hari, mengapa kita menyukai ini dan tidak menyukai itu, mengapa kita berucap ini dan tidak berucap itu dan lain-lain. Maka kembali saya berselancar meneliti paham-paham psycho analysis, favorit saya adalah Sigmund Freud , Carl Gustaf Jung, dan Clotaire Rapaille. Saya juga tergerakkan oleh sebuah buku kecil berjudul Manusia Indonesia - Sebuah Petanggung Jawaban; karya Mochtar Lubis 1977. Pada zamannya, buku ini kontroversial, mengundang kritik pedas dari kaum intelektual masa itu. Memang pendekatan Moch Lubis tidak sedetail sampai ke psycho analysis, maka dari itu, mungkin dengan penelusuran kita, buku Beliau bisa kita sempurnakan.

AWARENESS

Alasan apakah yang memotivasi saya mengangkat topik ini? Sebagai seorang warga negara Indonesia, saya sangat prihatin dengan krisis multi dimensi yang terus bergulir dari waktu kewaktu di negara saya yang tercinta ini. Kita memiliki ribuan pulau, tanah yang subur, air, kayu, minyak dan mineral, apapun kita ada. Harusnya kita sudah sangat berjaya! Tetapi mengapa negara ini tidak seperti seharusnya sebuah bangsa yang besar? Apakah ada yang salah dari budaya kita, yang membuat kita menjadi bengkok? Bahkan, saya sampai berfikir apakah bangsa ini mengidap genjala inferioritas? Dimanakah saya bisa mencari jawaban untuk pertanyaan ini semua?? Bila kita mampu mendalami suatu dimensi ketidak sadaran kolektif (Collective Unconscious) pada BANGSA ini, sebagai warga negara kita akan punya banyak pilihan dalam bertindak. Jelas, bila anda tahu siapa diri anda, anda akan lebih intelligent, mampu memahami fenomena sekitar, dan mampu bertindak lebih benar.

If you become aware of the FORCES that make you DO THINGS, and WHY you DO THINGS, you have more freedom!

Buat saya, proses penelusuran ini akan sangat mengasyikkan. Kita bisa mengetahui berbagai alasan Why People Do What they do. Kita akan menyadari bahwa jawaban yang sebenar-benarnya hanya akan kita peroleh dari penggalian yang ada pada diri orang lain. Kita akan menjadi lebih bijak dan lebih mau mengerti orang lain. Kacamata baru ini akan kita gunakan terus menerus. Jadi, tujuannya adalah AWARENESS (menyadari), memecahkan kode, menemukan apa yang sudah ada disana, menemukan KEKUATAN yang mendorong untuk bertindak (the forces that bring action) dalam dimensi alam bawah sadar, dan bagaimana kekuatan-kekuatan ini membentuk hidup kita, mengatur apa-apa yang kita lakukan, semua yang kita lakukan.

Bila kita temukan CODE ini, kita akan menemukan KARAKTER, SOUL, RUH dari segala sesuatu. Dengannya kita bisa melahirkan PRODUK, BRAND, COMMUNICATION, MUSIK, FILM, yang punya ciri khas, mengena dan filosofis.

Archetype (Pola Dasar / Karakter) orang Indonesia yang akan kita hasilkan disini akan saya pelihara untuk tetap HIDUP, maksudnya, tetap boleh dibongkar lagi sampai kita menemukan kode kultural sebenarnya dari Indonesia. Disini kita selalu berfokus pada: WHY. Kenapa mereka bertindak spt ini, mengapa mereka membeli ini, mengapa mereka bertindak spt ini, mengapa mereka suka ini dan tidak suka itu.

Saya sadar, bahwa pendekatan dalam Blog ini sangat Western Centric, maka dari itu, pada saatnya nanti saya pun akan mencoba mengungkapkan bahwa didasar sekali dari alam bawah sadar manusia, terdapat persimpangan yang menuju ke arah spiritual, yang saya percaya sebagai GodSpot. Dengan memperkaya pemikiran-pemikiran barat dengan falsafah ketimuran yang spiritualisme, saya rasa hidup kita akan menjadi lebih baik, anda akan lebih mau saling memahami, lebih mau saling perhatian satu sama lainnya.

Terima kasih.

6 comments:

Anonymous said...

Halo Mas Andrie, puanjang juga ya.. hehehe, gabung dikit ah..

Mencari code atau karakter masyarakat memang menarik, menantang dan memusingkan pula. Tapi, kembali pada change itu sendiri, kita jangan melupakan perubahan yang dialami oleh masy kita. Nilai2 lama jelas menjadi referensi, tapi nilai tidak berhenti di tempat. Sepertinya ironi kalau menilai masy yg dinamis ini dari satu teropong jaman baheula. Bukankah paradigma determinan telah banyak menuai protes kalangan ilmuan?

Eyang Freud ga salah, tp mesti diingat dia pun produk dari suatu masyarakat. Apa yg ia lahirkan adl cermin apa yg ia lihat, rasakan & alami saat itu. Makanya muncul Maslow, Jung, Roger dll yang lebih menekankan pada kesadaran manusia, bukan gunung es ketidaksadaran.

Coba kalau kita lebih mau jujur, mengakui juga nilai2 yang terbentuk baru, mungkin permasalahan bangsa ini juga lebih cerah. Tidak 'gebyah uyah' pada masyarakat sekarang. Tapi kita dipaksa menerima UU jaman londo jg oleh pemerintah kita yang sangat ... ini.

Atau pembahasannya qt batasi u satu lingkungan tertentu? hmm.. tetap sj mereka berinteraksi langsung/ tdk langsung.Mereka berubah, ke arah mana? mau ke arah mana? mau diarahkan ke mana? n how?

So, mari kita mempelajari diri sendiri, bangsa sendiri tanpa serba cepat melabelkan dengan label dahulu kala.

Salam,
Pipit

Andrie Trisaksono said...

Pipit yang baik, saya agak gelagapan dengan pertanyaan mu yang bertubi-tubi :-)

PERTAMA, saya masih belajar menjadi penutur yang baik. Jadi blog ini masih jauh dari ilustrasi yang memudahkan orang untuk memahami. Sebagai seorang antusias tanpa background psikologi saya bertindak sebagai orang yang suka mengumpulkan klipping saja.

KEDUA, saat kita membuat Sayur Asem, maka kita harus taat pada resep itu. Pada saat kita membuat Spageti maka kita juga taat pada resep itu. Kalau tidak, rasanya bisa berantakan. Inilah yang saya lakukan. Saya mencoba konsisten dengan konsep yang sedang saya bicarakan. BTW, dalam pembicaraan blog ini, justru saya tidak terlalu berfokus pada PERSONALITY Of A PERSON yang merupakan spesialisasinya Eyang Freud. Saya mau melompati itu dan menyelam lebih dalam pada culture dan biologi. Jadi jangan terjebak dalam lingkaran pembahasan tentang personality of a person yang dibicarakan Freud beserta determinan2 ciptaannya.

KETIGA, pada saat anda mengatakan;"Tapi kita dipaksa menerima UU jaman Londo jg oleh pemerintah kita yang sangat "tiiitttt (sensor)" ini". Berarti kan anda menyadari ada disharmoni. Apakah anda sadar ucapan anda adalah juga sebuah protes? Protes pada siapa, pada Pemerintah? Will they listen to you? Pada saat kita lihat manusia bergelantungan di atas atap KRL, apakah ini masalah pemerintah yg tidak aware keselamatan manusia? jangan2 manusianya juga tidak perduli keselamatan dirinya? Disinilah perlunya kita menyelami faktor2 pendorong yang invisible itu. Sehingga ada tingkat kesadaran yang lebih baik.

KEEMPAT, betul sekali suatu lingkungan pasti mengalami pergeseran2 yang dinamis. Ada budayawan yang mengatakan orang Jawa lebih berproses, orang Sunda lebih enternain, orang Papua lebih keras. Dari geografis saja sudah melahirkan karakter kedaerahan yang berbeda2. Tentu saja karakter ini tidak bisa interchangeable. Namun, pada saat kita berbicara Bangsa Indonesia secara menyeluruh, mengapa kita secara kolektif memiliki keluhan-keluhan yang sama? Korupsi, Kolusi, Nepotisme? Siapa biang keladinya? Haa ini juga jadi menarik bukan?

KELIMA. Didalam Blog ini, Mempelajari "Label Dahulu Kala" adalah tools yang menjadi resep membuat sayur asem tadi. Jadi, saya akan stick to it. Let's see apa yg terjadi. Satu hal, memang blog ini belum selesai dan tidak tahu kapan akan selesai. Tapi yang jelas, tools ini memerlukan IMPRINTING SESSION, yaitu suatu sesi tanya jawab kepada 30-100 orang yang bertujuan menggali suatu arketip. Diakhir session barulah saya akan dapat menemukan CODE yang kita cari. Ini demokratis. Tidak ada pre judgement yang akan dipakai dalam menarik suatu kesimpulan. Jadi, artinya: session itu sendiri membutuhkan partisipan. Lontaran partisipan tersebut jugalah sebagai sumber analisanya. Jadi, sesuai dengan keiinginan anda bukan (mempelajari diri sendiri dulu)? Tapi, dalam mempelajarinya, instead of looking into their personal scripts, I go deeper until reaching the biological dimension.

KEENAM, sudah dibaca semua belum (sesuai anjuran didasar halaman)? Kalau dibaca sepenggal saja memang agak bingung. Kalau tetap bingung, maaf yaachh....

Salam,
Andrie

Anonymous said...

Mas Andrie yang sudah tidak gelagapan.. (minum dulu aja)..

Sy juga tidak mematok pad om Freud , contoh saja, toh hasil analisisnya masih bisa berguna. Btw, nada protes itu jelas, tapi bukan keluhan tanpa aksi.

Mungkin sy ngecap lagi ttg mengapa org terbiasa, bahkan mungkin tidak peduli pada keselamatan/ yg terjadi. Mau pesawat meledak, kereta terguling, ... apalagi ya? banyak banget sih... hehehe

Sy ambil kecapnya dari botol Festinger ya. Kalo ini g ngecap, dari studinya. Orang sering mengalamati 'kekagetan' dalam hidup, ada yang ga pas dengan pola yang selama ini tertanam. Kalo kita selalu memakai gelas untuk minum, ketika di suatu tempat kita mendapati gelas untuk pembatas buku si rak buku, pasti kita akan terkaget2. Manusia kan selalu mencari keseimbangan. Kita bisa mengganti gelas itu dengan benda lain yang lazim (mengubah objek/lingkungannya), tapi kalau itu rumah orang lain?? Kita bisa membuka2 file di otak kita / informasi lain sampai menemukan bhw materi gelas itu kuat & indah untuk menahan buku (intervensi alam kognitif kita). Masih ga puas juga? Kita bisa menggumam/ menyatakan pada pemilik gelas tadi, 'wah.. kreatif juga lu'(mengubah sikap kita).

Kebetulan ada teman yang meneliti orang2 yang mau aja berjubelan di KRL.. kurang lebih seperti itulah hasilnya. Banyak sekali rasionalisasi2, jusgement2 yang pada akhirnya bisa 'menyeimbangkan' manusia. Meski selama ini orang agak alergi dengan perubahan karena ketidakpastian yang membuat cemas, tapi manusia itu adaptif juga kn?

Mas, kalo bikin sayur asem memang g perlu pake mayonaise. Yapi sayur asem tegal sama betawi juga beza.. dus, Mas Andrie bisa juga lho bikin sayur asem ala sendiri. Sayur apapun bisa jadi sayur asem kok.. asal dicuekin satu dua hari lah... hahahaa

Kalo bisa sederhana kenapa harus diperumit? tapi banyak yang menganggap g keren, g canggih,.. so, mungkin qt perlu menjeburkan diri ala antropolog, partisipatif beneran untuk menemukan code Indonesia sekarang ???

About this blog, maju aja terus Mas, Dumbledore aja sekolah sebelum jadi KepSek. Semoga bisa mengundang pembaca untuk share, atau saling 'perang' konsep, pengalaman/ apa pun. Dari pada menjadi infotainment n ajang curhat.. tp boljug siih.. Mas Andrie jd host nya... suiit..suiitt

Life is learning, so.. just keep swimming... just keep swimming... ketemu juga tu nemo ^_^

Warmth,
Pipit

Andrie Trisaksono said...

Pipit, terima kasih atas commentsnya. Tapi mohon jangan berhenti, Blog ini masih perlu masukkan dari anda yang punya background psikologi. Memang cukup melelahkan juga berdebat, tapi ngga apa-apalah namanya juga demi kemajuan bangsa.

Saya sangat tertarik. Apakah pendapat Festinger itu mengatakan manusia pertama akan kaget saat melihat/merasakan sesuatu perubahan yang asing, lalu system didalam otak dan tubuhnya akan menciptakan keseimbangan terhadap perubahan tersebut? Dan keseimbangan itu bersifat dynamic? Kalau iya, sebenarnya saya juga setuju, singkatnya saya juga setuju culture itu dynamic. Hanya saja dynamic ini sebenarnya ada struktur/jenjangnya. Memang ini belum diceritakan didalam Blog ini (maaf ya, belum sempat). Didalam Blog ini, keseimbangan yang tercipta disebut sebagai Culture, dan Culture adalah senjata yang dipakai manusia itu untuk survive (Culture is Survival Kit). Bahwasanya culture itu dynamic tentu saja benar, namun konsep Blog ini menawarkan pendapat bahwa culture itu ada jenjangnya, baik secara psikologis, historis maupun secara biologis. Wah campur sari! Nah disini dipakai suatu software yang memiliki faham: mengamati dan mencari proses pada saat PERTAMA manusia beraksi terhadap perubahan tersebut, dan BERIKUTNYA, bagaimana manusia itu menciptakan system yang pada akhirnya berhasil menciptakan keseimbangan tadi. Katakanlah si manusia tsb menciptakan faham "A". Disini, yang dipermasalahkan adalah MENGAPA dia sampai pada keputusan "A". Lalu faham Blog ini, ternyata ada suatu persamaan struktur ditiap jenjang. Pada saat ditemukan jenjang tersebut, ia adalah tangga untuk memahami si MENGAPA tadi. Jadi, bukan mendeskripsikan "A" adalah ini, ini, ini, yang ini ada yang bagus, yang itu jelek dan lain2. Memang sih, pembukaan dari Blog ini terkesan mengutarakan jelek2nya saja. Tapi sebenarnya itu sebagai "APETIZER" bagi para pembaca agar tergugah.

Kembali ke masalah penumpang kereta Api, bila anda mengambil pendapat dari Festinger, mohon dijelaskan MENGAPA/WHY penumpang itu merasa naik ke atap kereta bisa diterima secara nyaman oleh otak mereka (para penumpang yang notabene tidak bayar karcis/ngemplang), padahal disisi lain keselamatan mereka terancam? Apakah kerelaan untuk hilang nyawa adalah juga KESEIMBANGAN yang dianggap valid bagi mereka? Just for a ticket that cost only 2000 rupiah?

Semakin bingung dan lieur??

Dian Hasan said...

Hi Andri,
Greetings & salam kenal dari jauh, all the way from sunny San Diego!
Sy dpt blog Anda dari Pak Andi Budiman when I was discussing with him recently some of the following topics, the 3-brain theory, cultural codes, branding, consumer behavior... dan bgmana kesemuanya saling berhubungan.
Diskusi ini semuanya serba kebetulan, sypun di refer ke Pak Andi by an old friend, Pak Hermawan Tanzil of LeBoYe... dan anyway... singkat cerita... diskusi kita nyambung, we were on the same page.

That's why I can TOTALLY relate ke tulisan & ulasan Anda! Kbetulan I do branding & innovation, melalui www.mindcode.com, sbh perush AS yg banyak pengalaman di pasar Mexico & across Latin America, dan sangat paham pentingnya perbedaan budaya di setiap pasar, yg mempengaruhi cara konsumen berpikir, mengolah data, menganalisa.... dan tentunya mengambil keputusan utk membeli/mengkonsumsi. Do check out our website.

Sbg produk setengah Indonesia, I have always been intrigued by Indonesia's amazingly rich and diverse culture!! Sampe skarang! Sy slalu tertarik menghubungkannya ke realita bisnis, bgmana Indonesia berkiprah di dunia bisnis, bgmana mengelola ekonominya... SDMnya... and its amazing natural resources!! Of course this is all macro/big picture stuff, sy lbh tertarik looking at the role of culture (and people, tentunya) in tourism!! And how we position our beautiful country as a travel destination!! Sy penasaran & gemes coz we are NOT maximizing smua potensi yg kt miliki >> aset terbesar adl si kultur itu sendiri. I see it as 2 distinctive assets, that's essential for developing tourism (dr segi asset lho ya): 1. Cultural Resources, and 2. Natural Resources.
Anyways, I know Indonesia udah berupaya pake kampanye Visit Indonesia Year 2008 sgala (yg BTW, mottonya sangat Off-Code utk dunia int'l: celebrating 100 years of the nation's awakening!! WTF!! Emangnya turis Jepang, India, Blanda, Oz, or Amrik peduli ama our awakening?? Trus slama ini kmana aja? Bobo2 kali ye!!

Anyways, gotta go. Nanti nyambung lg. Sori nulisnya campur2. I use more bhs gaul, bukan EYD ha.. ha...!

Kita bisa lanjut komunikasi via dianhasansd@yahoo.com

Best rgds! And pl. continue writing!! Tulisan Anda SANGAT bermanfaat!!

Andrie Trisaksono said...

Hi Dian,

Ya ya.. I know those two nice gentlemen. Thanks for your comment.. Jadi curhat-curhatan nih.. :-)

Your comment about the off-code motto is realllyyy truee..

Keep in touch ya..